Oleh: Adelia Putri Mahardeka, Siwi Wulandari, Rosiana Magfirro
Indonesia pada saat ini mengalami kemajuan di era globalisasi salah satunya pada bidang teknologi informasi dan komunikasi, hal ini telah menciptakan banyak perubahan dalam aspek kehidupan masyarakat di Indonesia. Dengan adanya kemajuan teknologi tentu memberikan dampak positif seperti kemudahan dalam berkomunikasi jarak jauh namun disisi lain teknologi juga memberikan dampak negatif, seperti kurangnya interaksi dengan orang sekitarnya, dikarenakan terlalu fokus dengan kemajuan teknologi. Dengan adanya kemudahan dalam mengakses internet masyarakat dapat mencari beberapa macam situs dengan berbagai fasilitas dan sarana yang mempermudah untuk mendapatkan informasi termasuk didalamnya situs pornografi yang tidak layak dikonsumsi oleh anak dibawah umur.
Berdasarkan data dari Katadata.co.id jumlah pengguna yang mengakses Media Sosial didominasikan oleh mereka yang berumur 18-24 tahun sebanyak 30,3%, dan mereka yang berumur 25-34 tahun sebanyak 35,4% dari total jumlah penduduk Indonesia. Dari data tersebut menunjukan mayoritas pengguna media sosial ialah generasi muda. Banyak aktivitas yang dilakukan oleh para pengguna intenet, seperti mengirim dan menerima pesan melalui email, berkomunikasi melalui media internet, dan yang paling sering dilakukan adalah membuka situs-situs Internet, terutama situs-situs jejaring sosial (social networking). Beberapa jejaring sosial yang saat ini dikenali yakni Facebook, Twitter, Telegram, Instagram, Line, dsb.
Namun banyak dari mereka yang melakukan penyalahgunaan dalam menggunakan media sosial, seperti membuka situs pornografi atau bahkan menyerbarkan video pornografi tersebut. Penyebaran Pornografi saat ini di internet sangat banyak, Menurut data dari Kominfo,telah memblokir 737.146 Ribu konten pornografi di Media Sosial selama periode 2016 hinga 14 September 2023. Kasus penyebaran video asusila akhir-akhir ini banyak terjadi salah satunya video asusila beberapa artis.
Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang No 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, menyatakan bahwa pemanfaatan Informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi. Dengan adanya peraturan ini, pemerintah memberikan perlindungan terhadap pengguna jaringan internet untuk mencegah terjadi penyalahgunaan dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia.
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang menyatakan: “Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menyebarluaskan, menggandakan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat, persenggamaan, kekerasan seksual, masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, alat kelamin, pornografi anak.”
Ancaman pidana pada kasus pornografi dipertegas dalam UU ITE yang menyebutkan bahwa; setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa memiliki hak mentransmisikan (mengirimkan dokumen/informasi elektronik yang ditujukan kepada satu pihak melalui sistem elektronik), dan/atau mendistribusikan (mengirimkan dan/atau menyebarkan dokumen/informasi elektronik kepada banyak pihak melalui sistem elektronik, dan/atau membuat kemudahan kepada khalayak umum untuk mengakses dokumen/informasi elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan, diancam dengan pidana penjara maksimal 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 milliar.
Dalam usia yang masih muda seorang lebih cenderung ingin serba “mencoba”. Sehingga di usia yang belum matang tersebut, daya pikir anak masih labil, tergantung faktor-faktor lain, yang akan melahirkan suatu perbuatan. Terkadang kematangan seks dan kemampuan bereproduksi sudah ada pada mereka, namun mereka belum mampu untuk bertanggung jawab. Perkembangan organ-organ seksual anak yang disertai dengan timbulnya dorongan-dorongan seks yang masih baru dan mungkin belum diketahuinya namun hanya mengikuti kepuasan sesaat dan tidak berpikir dewasa, sehingga hal ini sering menimbulkan masalah-masalah seksual yang merupakan dampak dari besarnya pengaruh video porno pada remaja yang berimbas pada masalah hukum misalnya keinginan untuk mencoba melakukan tindakan asusila.
Maraknya video porno di kalangan anak bukan hanya didorong oleh rasa penasaran semata. Namun adalah bentuk ekspresi aktualisasi diri yang salah. Keinginan tersebut dianggap sebagai sebuah bentuk informasi terkini atau up to date artinya mereka tidak mau ketinggalan informasi. Parahnya, fenomena ini akan ditiru oleh anak. Kalau sekarang pelajar saja sudah suka menonton video porno dan tidak ada pencegahannya, dalam jangka panjang akan berimbas pada penurunan kualitas moral, akhlak dan budi pekerti. Konkretnya akan meningkat kasus kriminalitas yang berkaitan dengan tindak asusila. Alasan mereka melakukan perkosaan itu, karena kerap menonton video porno. Temuan ini adalah kenyataan pahit yang harus ditelan, karena sekalipun yang terlibat sebagai pelaku perkosaan mayoritas dilakukan oleh anak di bawah umur ,namun anak sendiri menjadi korban dalam kasus pornografi. Untuk memuaskan rasa penasaran dan keingintahuannya, merekapun mencari tahu dengan coba-coba tanpa pendamping yang bisa membimbing dengan benar, mereka membaca berbagai liputan tentang seks, buku dan gambar porno. Belum lagi pornografi yang dengan mudah diserap melalui cyber perss atau peredaran video porno yang mudah didapat. Yang lebih parah, masyarakat setelah mengunduh video-video tersebut, kemudian disebarkan ke teman-teman.
Dari dampak penggunaan Media Sosial yang disalahgunakan oleh Anak dibawah umur untuk mengakses Video Porno merupakan faktor yang berpengaruh kuat dibandingkan faktor-faktor penyebab lainnya dalam tindak pidana kesusilaan yang dilakukan oleh remaja hingga dewasa. Dari tontonan yang berupa gambar-gambar porno akan memberikan rangsangan seks terhadap orang tersebut. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan Teori Psikoseksual dari Sigmund Freud. Dengan adanya dorongan-dorongan seksual ditambah dengan rasa ingin tahu yang besar sehingga berimbas pada masalah hukum misalnya keinginan untuk mencoba melakukan tindakan asusila. Selain pengaruh video porno, ada beberapa faktor penyebab lainnya, yaitu lingkungan pergaulan bebas, adanya kesempatan, kurangnya perhatian dan pendidikan moral dari orangtua. Menurut saran dari penulis, seharusnya terdapat peran dari seluruh stakeholders seperti Pemerintah, masyarakat, dan terutama orangtua yang menaruh perhatian besar terhadap pengawasan kepada remaja terkait penggunan dalam mengakses media sosial. Peran pemerintah juga tidak dapat terlepas dalam meminimalisir pengaruh video porno, dengan lebih memperketat pengawasan terhadap situs-situs internet yang berbau pornografi.