Menu

Mode Gelap
Kurangi Penetrasi Pengangguran, Mahasiswa Magister Komunikasi Paramadina Gelar Workshop untuk Anak Muda Depok Apresiasi atas Keberhasilan Mewujudukan Kesetaraan dalam Pendidikan, Nadiem Dipuji Lewat Surat Terbuka Bangkitkan Kekayaan Musik Tradisi Indonesia, Kemendikbudristek Siap Gelar Lokovasia 2024 Kabar Gembira! Mendikbudristek Batalkan Kenaikan UKT Mahasiswa Peringatan Hari Film Nasional ke-74 Tuai Sambutan Positif Masyarakat

Opini · 1 Mei 2023 WIB

Social Movement Masyarakat Sipil Dalam Menolak Pendirian Tambang Mangan serta Pabrik Semen


 Social Movement Masyarakat Sipil Dalam Menolak Pendirian Tambang Mangan serta Pabrik Semen Perbesar

Eduardus Didaktus Dagun Hatu, Mahasiswa Administrasi Publik Universitas Negeri Yogyakarta | Opini

Social Movement diartikan suatu gebrakan dari sekelompok golongan dalam memperjuangkan kepentingan, keinginan serta perubahan yang dituntut beberapa kelompok (Martono, 2011). Social Movement juga mengungkapkan upaya bersama rakyat dalam memperjuangkan persamaan hak dan memperjuangkan kepentingan rakyat dalam mempertahankan jati diri dan kebudayaannya (Nagari, 2020). Penolakan terhadap pertambangan, dan di Manggarai Timur yang didukung oleh berbagai lapisan masyarakat adalah bentuk social movement dengan keterlibatan warga Desa luwuk dan lingko lolok, dimana masyarakat tersebut dengan tegas memeberikan penolakan aktivitas Pertambangan dan pendirian Pabrik semen kerena aktivitas pertambangan tersebut sangat merugikan masyarakat sekitar.

Adanya penolakan penambangan mangan dan pendirian pabrik semen karena wilayah aktivitas perusahaan tersebut meliputi kawasan huni masyarakat serta ladang bertani bagi masyarakat sekitar yang telah lama menghidupi mereka, dalam hal ini adanya pemindahan kawasan hunian masyarakat serta alih fungsi ladang bertani masyarakat sekitar menyebabkan suatu hal yang tidak terkendali. Dengan adanya pemindahan kampung bukan hanya mindahkan perumahan masyarakat sekitar, akan tetapi hilangnya komunal masyarakat dari wilayah tersebut yang memiliki kebudayaan serta sejarahnya ( Kornelis, 2020 ).

Direktur eksekutif wahana lingkungan hidup Indonesia yang berada di Nusa Tenggara Timur mengatakan, kawasan pertambangan tersebut adalah kawasan ekoregion pegunungan kapur yang berada di Flores dan telah diputuskan dalam Surat Keputusan.8/MENLHK / SETJEN/PLA.3 / 1/2018 oleh KLHK tentang Pembentukan Kawasan Ekoregion Indonesia.Kawasan kapur di kawasan itu berfungsi sebagai pengaturan tatanan air dan sebagai penyediaan air yang berkaulitas untuk kawasan lainnya, serta sumber hidup untuk masyarakat di bagian barat pulau Flores, terutama kedua wilayah tersebut (Nggorang, 2020) .

Kawasan tersebut memiliki fungsi yang sangat penting, sehingga harus dimanfaatkan sebagai cagar alam dan tidak boleh dirusak, termasuk mengizinkan dilakukannya kegiatan penambangan.Berdasarkan temuan Mishra et al. (2017) adanya kegiatan pertambangan menyebabkan kerusakan lingkungan berupa perubahan kondisi iklim, ditambah dengan polusi udara, turunnya muka air tanah dan meningkatnya pencemaran air di area pertambangan tampaknya telah mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Perlindungan karst secara khusus dijelaskan lewat Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yaitu surat keputusan No.SK.8/MENLHK/SETJEN/PLA.3/1/2018 tentang penetapan wilayah ekoregion Indonesia .

Dampak negatif yang ditimbulkan dari pembangunan tambang dan pabrik semen di daerah tersebut menimbulkan aksi kontra yang dilakukan oleh berbagai pihak yaitu warga dari luwuk dan lengko lolok, lembaga keagamaan, aktivis dan mahasiswa yang menyebar di seluruh wilayah Nusa Tenggara Timur serta beberapa wilayah lainnya.

Aksi penolakan ini merupakan bentuk gerakan sosial yang menentang pendirian pabrik semen dan kegiatan pertambangan di wilayah tersebut serta mendesak Gubernur Nusa Tenggara Timur, Victor Bungtilu Laiskodat serta para pemangku kepentingan lainnya seperti Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nusa Tenggara Timur, Dewan Perwakilan Daerah provinsi Nusa Tenggara Timur, Bupati Manggarai Timur Andreas Agas, Dewan Perwakilan Daerah kabupaten Manggarai Timur dan Ombudsman provinsi Nusa Tenggara Timur untuk mencabut izin pertambangan dan pabrik semen di wilayah desa.

Alasan Penolakan Pendirian Tambang Mangan serta Pabrik Semen di Kampung Lengko Lolok dan Luwuk

Berbagai aksi penolakan masyarakat terhadap pembangunan tambang serta pabrik semen di kampung Lengko Lolok dan Luwuk, Desa Satar Punda disebabkan beberapa alasan yaitu pertama, kurangnya keterlibatan warga sekitar dalam membuat kebijakan, perizinan aktivitas tambang yang diterbitkan dalam Surat Keputusan No. HK/81-2009 yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat.Dimana pelaksanaanya masyarakat menentang karena mereka menganggap jika pertambangan dapat merusak ekosistem (Gili, et al. 2020).

Keberadaan pertambangan dan pabrik semen yang berada pada lahan yang sangat produktif dapat menjadi kekuatan perekonomian penduduk sekitar tentunya memberikan dampak buruk kekuatan perekonomian untuk waktu yang lama (Patnistik, 2020). Adanya rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah kabupaten Manggarai timur dikarenakan sikap pemerintah setempat yang sangat tertutup untuk menyusun kebijakan Dalam menyusun kebijakan harusnya harus melibat partisipasi para pemangku kepentingan atau menerapakan prinsip Bottom Up, sehinggah kebijkan yang dihasilakan lebih transparan demi kepentingan rakyat kecamatan Lamba Leda.

Kedua, Sasaran kebijakan pemerintah yang tidak tepat. Keputusan pemerintah setempat membuat masyarakat mengklaim bahwa kebijakan tersebut hanya melayani kepentingan dan golongannya sendiri dengan berkedok kepentingan umum atau masyarakat.Adanya Surat Keputusan pemerintah tersebut membuat kegiatan tambang mangan dan pendirian pabrik semen merusak lingkungan sekitar, terlebih khususnya wilayah kapur seluas 80.000 hektar. UUPPLH menegaskan dalam Pasal 12 Ayat 1 yaitu pengelolaan SDA didasarkan pada RPPLH.Agar pengelolaan SDA tetap melihat kemampuan kapasitas dan ketahanan wilayah sekitar.

Pembangunan tambang mangan dan pabrik semen di suatu wilayah pertambangan sangat erat kaitannya dengan konsep pengelolaan lingkungan, dimana aktivitas tersebut sangat sensitif terhadap kosekuensi bahaya lingkungan dikarenakan potensi lingkungan yang semakin buruk karena aktivitas tambang , hal tersebut sejalan pula dengan penelitain yang dilakukan oleh Mishra et al. (2022) bahwa peningkatan penambangan menyebabkan degradasi lingkungan dan dapat berdampak negatif terhadap suku asli dan ketergantungan penduduk dengan menghancurkan basis sumber daya alam.

Kehadiran pabrik semen menyebabkan pencemaran lingkungan dan menimbulkan risiko penyakit yang besar bagi warga, baik pekerja pabrik maupun warga sekitar, selain itu selain operasi penambangan di Manggarai Timur dan pembangunan pabrik semen, mempengaruhi lingkungan sekitar dengan konsekuensi yang tentunya bertentangan dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep keberlanjutan yang dimaksud merupakan suatu pendekatan kompleks yang terjadi ketika masalah lingkungan yang disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia dan memerlukan solusi yang serius ( Duran, et al.2015).

Menurut World Conservation Union (IUCN) mensponsori pengembangan “Penilaian Kesejahteraan” yang diterbitkan dalam The Wellbeing of Nations: Indeks Kualitas Hidup dan Lingkungan merupakan gabungan dari 88 indikator untuk 180 negara salah satunya adalah Indeks kesejahteraan ekosistem yaitu gabungan dari indeks untuk tanah, air, udara, spesies dan gen, dan penggunaan sumber daya( Parris, T. M., & Kates, R. W. (2003). Melihat indeks tersebut aktivitas pertambangan serta pendirian pabrik di wilayah tersebut tidak masuk dalam kategori kesejahteraan ekosistem dimana dalam penggunaan sumber daya alam di daerah tersebut menyebabkan dampak negatif seperti kerusakan lingkungan alam sehingga mempengaruhi kesejahteraan masyarakat sekitar.Hal ini tentunya menjadi alasan kuat agar pemerintah daerah setempat perlu membatalkan izin pendirian tambang di daerah tersebut .

Gerakan Sosial Masyarakat Sipil Dalam menolak Pendirian Tambang mangan Serta Pendirian pabrik semen di kampung Lengko Lolok dan Luwuk dan Upaya penyelesain masalah

Dalam riset Grinspun, et al. (2022) mengungkapkan bahwa gerakan sosial adalah sifat tindakan kolektif dan terorganisir secara minimal, yang sebagian besar muncul dari keluhan atau ketidakpuasan tertentu dari suatu kelompok, untuk mempromosikan atau menentang perubahan sosial. Dalam literatur ilmu sosial, gerakan sosial secara historis mewakili “kekuatan tingkat komunitas” untuk kelompok yang mencari keadilan dan pemberdayaan sosial. Dalam masalah ini terlihat bahwa gerakan sosial yang dilakukan oleh masyarakat sipil dan organisasi lainnya merupakan salah satu bentuk aksi kolektif dalam penolakan izin pertambangan yang dilakukan oleh Gubernur NTT Victor Laiskodat.

Penolakan tersebut dilakukan karena dinilai berdampak berdampak negatif bagi masyarakat dimana masyarakat akan kehilangan pekerjaan dan menyebabkan kerusakan lingkungan.Hal tersebut yang menyebabkan mereka menolak perubahan yang ada, yakni memberikan izin pertambangan.

Selain adanya kegiatan pertambangan ini menyebabkan mobilisasi sosial di daerah tersebut akibat kehilangan mata pencaharian mereka sehari- hari yang bekerja sebagai petani.Menurut Byambajav, D. (2012) mobilisasi sosial lokal yang muncul di sekitar pertambangan dapat dipahami sebagai respon kolektif terhadap kehilangan (atau bahaya) materi, ekologis, dan budaya mata pencaharian masyarakat lokal dan konsep perampasan aktivitas pertambangan .Dalam riset Gifford, B., & Kestler, A. (2008) mengungkapkan bahwa pertambangan akan mengganggu aktivitas penduduk lokal dan mengubah struktur sosial wilayah pertambangan secara permanen.Gerakan penentangan tersebut terdiri dari 66 organisasi yang tergabung dalam koalisi rakyat yang menentang aktivitas pertambangan dan pabrik semen di Manggarai Timur dengan mendesak Gubernur NTT. Anggota koalisi ini terdiri dari berbagai elemen, serta masyarakat dari Luwuk dan Lengko Lolok, lembaga keagamaan, aktivis dan mahasiswa yang tersebar di seluruh wilayah NTT dan beberapa wilayah lainnya.

Penolakan ini merupakan tuntutan mereka yang disampaikan dalam surat kepada Gubernur Laiskodat dan para pemangku kepentingan lainnya pada Kamis pagi, 18 Juni 2020. ( Nggorang, 2020).Pada akhirnya masalah initerselesaikan dengan keputusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan kasasi warga kampung Lengko Lolok atas izin pertambangan dan Lingkungan yang dikeluarkan oleh Pemerintah provinsi dan Kabupaten di wilayah tersebut.Dalam Dalam putusan tersebut, Mahkamah Agung memutuskan izin usaha pertambangan dan izin lingkunga yang diberikan oleh Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu provinsi Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur tidak sah ( Rosary, 2020).

Opini ini sepenuhnya mewakili opini pribadi si penulis dan tidak mewakili redaksi.

Artikel ini telah dibaca 131 kali

badge-check

Redaktur

Baca Lainnya

Kajian Yuridis Hukum Lingkungan Terhadap Permasalahan Pencemaran Yang Terjadi di Sungai Kecamatan Dukupuntang

29 Februari 2024 - 14:41 WIB

Kriminalisasi Seksual Terhadap Jurnalis Perempuan di Indonesia

16 Februari 2024 - 10:54 WIB

Perlindungan Hukum Anak Di Bawah Umur Dalam Tindak Pidana Cyber

16 Februari 2024 - 10:49 WIB

Upaya Pertanggungjawaban dan Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Dalam Jaringan Tindak Pidana Peredaran Narkotika

16 Februari 2024 - 10:44 WIB

Bawaslu Wajib Lakukan Pembinaan Jajaran Pengawas Pemilu: Upaya Optimis Tingkatkan Kinerja di Pemilu 2024

26 Januari 2024 - 10:30 WIB

Penilaian Kritis 100 Hari Kepemimpinan: Kecaman Terhadap Langkah Politik Pragmatis PP IPM di Era Politik 2024

19 Januari 2024 - 22:38 WIB

Trending di Opini