RUBBIKMEDIA.COM, Jakarta — Pengawal Demokrasi Nusantara (PEDENUS) menggelar rapat terbatas (Ratas) di Pulau Bidadari, Kepulauan Seribu DKI Jakarta, Minggu, 14 Januari 2023. Kegiatan tersebut dihadiri langsung oleh Founder PEDENUS beserta seluruh jajaran direksi untuk membahas program “Kawal Demokrasi terhadap Penyelenggara Pemilu Tahun 2024”.
PEDENUS menilai bahwa Pemilu 2024, aktivitas politik para kontestan berlangsung sengit. Peran penyelenggara baik KPU maupun Bawaslu sangat menentukan kualitas demokrasi dimana tugas, fungsi, kewajiban dan kewenangan yang diamanatkan oleh UU Pemilu harus dilaksanakan dengan baik. Memegang teguh prinsip, asas dan integritas yang melekat baik secara konstitusi maupun pribadi sebagai penyelenggara itu sendiri.
Srikandi PEDENUS, Novita Ulya, meninjau ada beberapa penyelenggara memilih diam di tepian panggung menunggu instruksi “sang sutradara”.
“Ini memberi kesan bahwa di jajaran penyelenggara Pemilu itu yang terpenting uang kehormatan yang bersumber dari pajak rakyat setiap bulan lancar terserap ke rekening masing-masing,” ungkap perempuan yang akrab disapa Novi itu.
Novi menambahkan bahwasanya masih banyak penyelenggara Pemilu yang ikut bagian “kru panggung” namun tidak menguasai bahkan tidak memahami naskah bermain sehingga tampaklah pengabaian posisi, peran dan kewenangannya sebagai penyelenggara Pemilu.
Hal tersebut selaras dengan beberapa kasus seperti masalah distribusi logistik luar negeri yang menjadi domain KPU terdapat kelebihan dan kekurangan surat suara di beberapa Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).
Tak hanya itu, insiden puluhan ribu surat suara Pemilu 2024, dikirim ke Taiwan di luar jadwal dan sudah tercoblos. Hal tersebut mengindikasikan KPU melakukan kecurangan dan lepas dari pengawasan Bawaslu yang semestinya dapat dilakukan pencegahan. Bawaslu justru baru melakukan penelusuran setelah viral.
Selain terkuaknya insiden surat suara di luar negeri, tahapan kampaye di dalam negeri pun masih banyak dilaporkan tak beraturan seperti baliho yang dipasang di tempat-tempat yang dilarang dan belum ditertibkan. Hal ini dampak dari carut marutnya aturan KPU ditambah koordinasi antara Bawaslu dengan Satpol PP yang seakan-akan menguatkan adanya “kru panggung” peserta Pemilu.
Ketidak berdayaan penyelenggara Pemilu terlihat juga dari banyaknya perangkat negara mulai dari atas sampai bawah secara terang-terangan menyatakan dukungannya terhadap salah satu Paslon dan Caleg.
Srikandi PEDENUS lain, Azhar Dini, mengomentari juga terkait persoalan masa tahapan kampanye tersebut. Dini memperosalkan alat peraga dan bahan kampaye yang sudah menjamur terpasang di lokasi yang dilarang, bahkan terpasang di depan salah satu kantor Bawaslu.
“Jangan sampai timbiul berbagai pertanyaan di masyarakat atas integritas penyelenggara Pemilu, semakin merosotlah citra lembaga penyelenggara di momentum Pemilu 2024 kali ini,” tegas Dini.
Direktur Polhukam PEDENUS, Teren Utomo, menegaskan saat ini masyarakat menunggu kehadiran Bawaslu sebagai penegak hukum Pemilu, menghadirkan kepastian hukum yang sesuai dengan slogan “Bersama Bawaslu Tegakkan kedilan Pemilu”.
“Harus diingat bahwa penegakan hukum Pemilu mesti memproduksi alat ukur kredibilatas dan akuntabilitas pelaksanaan Pemilu yang menjadi syarat terlaksanaya Pemilu yang demokratis. Jangan sebaliknya, memperkuat sangkaan masyarakat bahwa penyelenggara Pemilu hanya sebagai bonekanya sekaligus alat pukul peserta Pemilu sesuai pesanan dan kepentingan,” pungkas Teren.